Mencari
Sejarah Mbah Mbureng di Kelurahan Burengan – Kota Kediri. Upaya mencari
inormasi tentang siapa Mbah Bureng sebenarnya telah di lakukan oleh teman-teman
penggiat Budaya Kediri dari “PASAK” sejak tahun 2019. Hal itu dapat di cari jejak nya di facebook group nya Pasak Kadhiri, disini.
Area makam Mbah Mbureng merupakan tempat yang di sinyalir sebagai Objek yang di Duga Cagar Budaya (ODCB), jadi siapapun tidak boleh sembarangan melakukan eskavasi (penggalian) untuk mengadakan penelitaian tanpa mendapatkan izin dari Dinas yang menaunginya.
Namun, yang terjadi per Bulan September 2024 ini kami mengetahui ada kegiatan pembangunan di area Punden Mbah Mbureng yang lokasinya ada di makam umum kelurahan Burengan - Kota Kediri.
Pada tanggal 26 September 2004 akun facebook Lurah Burengan mempublikasikan adanya acara sarasehan Budaya yang bertajuk "Ngaji Sejarah Dan Bedah Silsilah Mbah Mbureng" Bersama Gus Syaiful Arif dari Surabaya (Pemegang Suluk Singonegoro Raja Giri Kedaton X). Beliau ini juga menjabat sebagai ketua Yayasan Nawa Nata Arya.
Kajian Sejarah Mbah MBureng Burengan |
Entah mendapat kritik dari mana, kami kurang tahu persis. Sarasehan budaya di Punden Mbah Mbureng itu di ganti judul nya, sebagaimana poster di bawah ini. Untuk saat ini postingan terkait publikasi kegiatan tersebut diatas sudah di hapus dari beranda FB nya Lurah Adi. Namun sebelum postingan itu di hapus, kami sudah mendownloadnya dan kami sebarkan ke teman-teman yang aktif dalam kegiatan Pelestarian Budaya di Kediri. Berikut ini adalah poster kegiatan yang ke 2 setekah di rubah.
Sejarah Punden Mbah Bureng |
Sebelum nya, kami sudah
menaruh curiga atas poster yang pertama....walupun judul sudah di ganti dengan
poster yang ke 2. Jangan jangan ini adalah kegiatan komunikasi satu arah, yang
artinya pemateri sudah membawa paham sendiri untuk disosialisasikan kepada
peserta sarasehan. Seperti yang sudah terjadi di Punden Sunan Pangkat - Semen -
Kediri, dengan pemeran dan tokoh yang sama.
Nah, ternyata kecurigaan
saya benar terjadi. Gus Syaiful Arif sebagai pemateri utama menceritakan
cuplikan isi dari "Suluk Giri Kedaton" hampir menghabis kan waktu
satu jam, yang tidak memberikan waktu untuk tanya jawab apalagi mengkritisi
keontikan Suluk Giri Kedaton tersebut.
Sejarah dan Silsilah Mbah
Mbureng Menurut Gus Syaiful
Gus Syaiful mengatakan
bahwa beliau hanya diundang untuk membantu menceritakan tentang Mbah Bureng,
yang kebetulan sejarahnya tercatat dalam manuskrib yang menurut pengakuan nya
adalah tulisan dari leluhurnya yang diwariskan secara turun menurun. Namun
sampai artikel ini ditulis kami bersama penggiat budaya di Kediri belum
mendapatkan salinan atas dokumen tersebut.
Kami sangat berharap untuk
bisa mendapatkan naskah salinan dokumen tersebut, agar dapat melakukan kajian
tentang keontikan dan keabsahan naskah tersebut. Apakah dokumen tersebut dapat
di pertanggung jawabkan secara ilmiah atau hanya merupakan kajian yang sifatnya
subjektif?
Jangan sampai cerita-cerita
yang sifatnya Foklor atau babad yang sifatnya kedaerahan dari luar kediri,
dipaksakan untuk mengklaim Makam-makam kuno di Kediri sesuai dengan versi
mereka. Jika dengan demikian adanya, maka ini namanya "Pembegalan
Sejarah", yang melukai khazanah lokal budaya kita sendiri.
Kok bisa ya...Gus Syaiful
dari Surabaya datang ke Kediri, siapa yang mengundang?
Ternyata di ketahui ada
nama Gus Izal Zakaria pengasuh Padepokan Padang Ati Kras - Kediri yang aktif
dalam kegiatan-kegiatan spiritual yang diantaranya adalah penelusuran makam
kuno, dan menurut pengakuan nya saat ini sedang menempuh S3 gelar Doktor nya
dengan penelitian bentuk bentuk nisan kuno di wilayah Kediri dan Tulungagung.
Beliau mengaku, sebenarnya yang di undang untuk mengisi materi adalah dia, tapi karena minimnya literasi yang dia punya, akhirnya diundanglah Gus Syaiful dari Yayasan Nawa Nata Arya itu.
Kegiatan Ngopi Budaya" Mencari Sejarah Burengan"Bersama Budayawan dan Sejarahwan
Menurut hemat kami, kegiatan yang di selenggarakan kemarin itu belum menghasilkan titik temu, karena beberapa hal sebagai berikut:
- Gus Syaiful dan Gus Iza Zakaria bersama team nya sebagai bintang tamu utama dari kegiatan Ngopi Budaya itu datang terlambat, hampir jam 12.00 WIB, dengan segala maam alasan klasiknya. Padahal acara dijadwalkan mulai jam 09.00 WIB.
- Waktu yang diberikan untuk menyampaikan materi tidak berimbang. Gus Syaiful menyampaikan cuplikan dari "Suluk Girikedaton" menghabiskan waktu hampir 1 jam lamanya. Sedangkan perwakilan penggiat budaya Kediri yang di wakili om Romi Hari mendpat waktu presentasi kurang lebih sekitar 15 menit, itupun menuai protes dari pihaknya Gus Syaiful.
- Team nya Gus Syaiful melakukan interupsi atas materi yang disampaikan perwakilan penggiat budaya Kediri, ketika mencoba menanyakan tentang kritik Naskah Suluk Singonegoro.
- Interupsi tersebut itulah yang menyebabkan kericuhan diantara peserta sarasehan. Dari pihak penggiat mencoba menanyakan tentang status Gus Syaiful, berangkat atas nama sendiri, kedinasan atau kelompok penggiat budaya? Sudah punya legalitas sebagai peneliti, Sejarahwan, budayawan yang tersertivikasi apa belum? Bagaimana bentuk manuskrib singonegoro yang asli?
- Akhirnya terjadi kericuhan antara kedua belah kubu. Pihak Gus Syaiful bersih kekeh atas pendirianya, yang intinya teman-teman penggiat tidak boleh bertanya macam-macam apalagi melakukan kritik naskah, Beliau hanya dimintai tolong untuk membuka sejarah Mbah Mbureng saja. Mau di pakai ya monggo,,,tidak ya monggo
- Setelah acara ricuh, saat itu pula kegiatan sarasehan Ngopi Budaya mencari sejarah Mbah Bureng di tutup
Dari kejadian ini kami menyimpukan, bahwa beliau tidak layak menyandang gelar ilmuan, sejarahwan ataupun budayawan. Karena punya pandangan subjektif terhadap temuan nya sendiri. Kalau hasil temuan dokumen itu untuk internal dirinya, keluarga dan jama'ahnya sendiri saya kira tidak ada masalah. Tapi jika dokumen itu di sebarluaskan dan tidak membuka pintu kritik untuk menguji keontikan dan keabsahan nya, maka hal ini sama saja dengan pembodohan publik atas nama sejarah dan budaya.
Kami berharap, masyarakat di
Kediri dan Sekitarnya tetap kompak untuk menjaga khazanah budaya lokal di
daerah nya masing-masing untuk tetap dijaga dan di lestarikan. Kalaupun toh mau
digali sejarahnya, pertama kali sumber data yang dipakai adalah cerita yang
bersifat lokalitas.
Jangan sampai terkecoh
dengan status yang membawa cerita, baik itu Gus, Kyai atau Ustadz namun data
yang di sampaikan nya hanya berupa dongeng yang sifatnya subjektif.
Karena penggalian sejarah itu butuh literasi yang kuat, dengan adanya sumber data primer. Jika belum di temukan sumber data primer, kita cukupkan dan kita pakai dengan kesepakatan lokalitas dan berhenti disitu saja. Kita gunakan cerita daerah kita sendiri, kita pakai khazanah budaya daerah kita masing-masing.
Kita jaga situs-situs makam
kuno yang memang disakralkan di daerah kita dari narasi cerita yang belum jelas
keabsahanya. Jangan sampai orang luar melakukan klaim sepihak, demi dan
kepentingan pribadi dan golongan nya.
Demikian sedikiti kesimpulan kami atas Diskusi Budaya: Mencari Sejarah Mbah Mbureng Bersama Sejarahwan dan Budayawan"