Kang Santoso mau berbagi tentang pemikiran Kaum Sarungan yang berlatar belakang Pondok Pesantren Tradisional "Pesantren Salafiyyah". Tulisan ini saya copas dari situs Ngaji.Web.Id dan saya ubah bahasanya agar mudah di pahami serta sedikit tambahan yang saya anggap perlu. Sebenarnya
judul yang lebih tepat seharusnya ''Kenapa Harus Bermadzhab dan Taqlid Kepada
Ulama?'' karena yang dimaksud dengan menggunakan kitab kuning disini adalah bermadzhab dengan mengikuti salah
satu dari 4 Imam Madzhab dalam arti taqlid kepada Ulama. Mari kita ulas kenapa kita harus
Taqlid dan bermadzhab.
Akhir-akhir ini memang lagi gencar-gencar nya fenomena
penolakan dari sebagian golongan terhadap konsep Taqlid untuk kaum awam. Hal ini tentunya menimbulkan
polemik baru bagi mayoritas ummat Islam, terutama bagi orang seperti kita yang tiada memiliki
keilmuan yang meadai untuk memahami ajaran agama Islam langsung dari sumbernya yakni Al-Qur’an dan as
sunnah (Hadits).
Disamping itu
keengganan untuk bermadzhab (baca ; Taqlid) telah serta merta membangkitkan
semangat sebagian ummat islam untuk beristinbath (menggali hukum langsung dari
sumbernya, yakni al qur’an dan as sunnah) tanpa disertai sarana yang memadahi.
Dan akibatnya dapat kita rasakan, betapa spirit agama yang semestinya adalah mengajarkan "kebenaran Agama" berubah menjadi “Pembenaran Pemahan Agama” dan yang terjadi adalah sikap fanatisme golongan yang di sertai dengan fitnah-fitnah yang dapat menimbulkan perpecahan diantara sesama
ummat Islam. Sehingga Islam yang Rohmatan Lil Alamin, Islam yang mengajarkan welas asih dan ramah berubah menjadi Islam yang suka marah-marah.
Oleh karenanya
sebelum kita melepaskan diri dari mata rantai bermadzhab (Taqlid) sebaiknya kita
bercermin diri setidaknya tentang beberapa hal :
Pertama : Adakah Kita Telah Memahami Bahasa Arab
Dengan Benar?
Memahami bahasa
arab dengan benar adalah syarat pertama yang harus kita kuasai, mengingat dua
sumber utama dalam Islam yakni Al-Qur'an dan Sunnah, keduanya menggunakan Bahasa Arab. Untuk dapat memahami bahasa Arab dengan baik dan benar, maka kita harus mampu mengusai Ilmu yang berkaitan dengan bahasa Arab, antara lain: Gramatika Arab (Nahwu-Shorof),
Sastra Arab / Balaghoh (Badi’, Ma’ani, Bayan), Logika Bahasa (Manthiq) Sejarah Bahasa,
Mufrodat, dan lain-lain. Hal ini sangat penting guna meminimalisir kesalahan dalam
menguraikan makna (pesan moral) yang dikehendaki oleh syari’at dari sumber Tekstual, selain itu juga untuk memahami dengan benar maksud dari nash-nash yang bersifat ‘Am, Khosh,
berlaku Hakiki, Majazi dst.
Menjadi sesuatu yang naif jika kita berani menghukumi “Halal-Haram, Sah-Batal, Sunnah-Bid'ah, Benar - Salah” hanya
berdasarkan pemahaman dari terjemah Al-Qur'an dan Sunnah. Sebagai ilustrasi
sederhana, berikut kami kutipkan peran pemahaman bahasa arab yang baik dan benar
dalam memahami Al-Qur'an dan Sunnah :
Contoh Fungsi
Gramatika Arab" Dalam Firman Alloh (QS. Al Maidah : 6) yang menjelaskan tata cara berwudhu :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ
فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوا
بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ
“Wahai
orang-orang yang beriman! Apabila kalian hendak melaksanakan sholat, maka
basuhlah wajahmu dan tanganmu sampai ke siku, dan usaplah kepalamu dan kedua
kakimu sampai kedua mata kaki.” (QS. Al Maidah : 6)
Coba anda
perhatikan kalimat وَأَرْجُلَكُمْ (dan kedua kaki kalian) dalam firman Alloh diatas, dimana kata tersebut dibaca Nashob (dibaca Fathah pada huruf lam) padahal kata tersebut lebih dekat
dengan kata بِرُءُوسِكُمْ (kepala kalian) yang dibaca Jar (dibaca kasroh pada huruf Ro’) dengan
konsekwensi makna sebagai berikut :
- Jika kata وَأَرْجُلَكُمْ (dan kedua kaki kalian) dibaca Jar (kasroh) maka yang harus dilakukan untuk kaki ketika berwudhu adalah Mengusap bukan Membasuh, hal ini disebabkan kata وَاَرْجُلِكُمْ disambung dengan kata بِرُءُوسِكُمْ yang berarti amil (kata kerjanya) adalah وَامْسَحُوا (dan Usaplah)
- Jika kata وَأَرْجُلَكُمْ (dan kedua kaki kalian) dibaca Nashob (Fathah) maka yang harus dilakukan untuk kaki ketika berwudhu adalah Membasuh bukan Mengusap, hal ini disebabkan kata وَأَرْجُلَكُمْ disambung dengan kata وُجُوهَكُمْ yang berarti amil (kata kerjanya) adalah فَاغْسِلُوا (Basuhlah)
Coba kita perhatikan: adanya sedikit perbedaan dalam pemahaman, berimplikasi pada makna dan kewajiban
yang berbeda. Dimana ketika kata وَأَرْجُلَكُمْ dibaca fathah/Nashab maka kewajibannya adalah
Membasuh, sedang jika kata وَاَرْجُلِكُمْ dibaca Kasroh/Jar, maka kewajibannya adalah
Mengusap. Adakah hal ini kita dapati dari Al-Qur'an edisi terjemah?
Contoh Fungsi
Balaghoh/Sastra Arab
Masih dalam
tema ayat diatas, coba anda perhatikan kata إِذَا قُمْتُمْ dengan menggunakan Fiil Madhi (kata kerja masa lampau) yang jika
di terjemahkan secara tekstual, menjadi: “Apabila kalian telah berdiri
/menjalankan”... sedang yang dimaksud adalah sebelum sholat. Inilah yang dalam
pelajaran sastra arab disebut dengan “Ithlaqul Madhii Wa Uridal Mustaqbal”
Contoh Fungsi
Manthiq
Diantara fungsi
“Manthiq”/Logika Bahasa dalam konteks ayat diatas adalah guna men-Tashowwur-kan
(menjelaskan dengan makna yang Jami’ dan Mani’) dari masing-masing kata dalam
ayat diatas, misal yang dimaksud dengan “Yad” (tangan) adakah ia adalah
“Tangan” dalam bahasa kita? “Wajah” seberapakah daerah yang masuk kategori
“Wajah”? dan “Ru’us” (kepala), Membasuh, Mengusap, dst.... adakah semuanya
dapat kita definisikan dengan kamus bahasa indonesia? Sedang Al-Qur'an menggunakan bahasa Arab dengan Nilai sastra yang paling tinggi ?
Kedua : Sudahkah kita Menghafal Al Qur’an (Seluruhnya) Dan Juga Sekurang-Kurangnya Seratus Ribu
Hadits ?
Syarat kedua
diatas sangatlah diperlukan karena dengan terpenuhunya syarat tersebut akan
tergambar semua ayat dan hadits yang terkait satu sama lain. Sehingga jika kita hendak memutuskan suatu
perkara, keputusan/pendapat yang kita ambil tidak akan bertabrakan atau bertentangan dengan nash-nash yang lain.
Sebagai
ilusrtrasi sederhana kita gunakan ayat ayat diatas dengan terjemah sbb : “Wahai
orang-orang yang beriman! Apabila kalian hendak melaksanakan sholat, maka
basuhlah wajahmu dan tanganmu sampai ke siku, dan usaplah kepalamu dan kedua kakimu
sampai kedua mata kaki.” (QS. Al Maidah : 6)
Jika kita
memahami hanya dari ayat tersebut, maka akan kita dapati hukum wajibnya
berwudhu adalah bagi setiap orang yang hendak melaksanakan sholat, baik ia
orang yang masih dalam keadaan suci maupun berhadats. mengingat keumuman
perintah pada ayat diatas yang ditujukan pada setiap orang yang hendak
melaksanakan sholat.
Syarat kedua
tsb, juga berguna untuk menghindarkan anda menempatkan dalil bukan pada
tempatnya, misal menempatkan ayat-ayat yang sejatinya untuk orang-orang kafir
namun anda hantamkan untuk orang-orang islam. Bukankah Abdulloh Ibn Umar
–rodhiyallohu ‘anhu- pernah berkata, ketika beliau ditanya tentang tanda-tanda
kaum Khowarij ?
وَكَانَ ابْنُ عُمَرَ يَرَاهُمْ شِرَارَ خَلْقِ اللَّهِ وَقَالَ
إِنَّهُمْ انْطَلَقُوا إِلَى آيَاتٍ نَزَلَتْ فِي الْكُفَّارِ فَجَعَلُوهَا عَلَى
الْمُؤْمِنِينَ
Dan adalah Ibnu
Umar, ia memandang mereka (Khowarij) sebagai seburuk-buruk makhluk Alloh, dan
ia berkata : “Mereka (Khowarij) berkata tentang ayat-ayat yang (sejatinya)
turun terhadap orang-orang kafir, mereka timpahkan ayat tersebut untuk
orang-orang beriman”. (HR. Al Bukhori, Bab Qotlil Khowaarij)
Ketiga : Sudahkah Anda Menguasai Ilmu-Ilmu
Pendukung Yang Lain Guna Memahami Al Qur’an Dan As Sunnah ?
Perangkat lain
yang mesti anda kuasai dalam menggali hukum dari Al Qur’an dan As Sunnah yang
memang luas dan dalamnya melebihi luas dan dalamnya samudera, diantaranya
adalah:
- anda harus mengetahui “Asbaabun Nuzul” dari setiap ayat dan juga “Asbaabul Wurud” dari setiap hadits, hal ini penting agar anda mampu menempatkan dalil-dalil sesuai porsinya dan mampu membedakan dalil-dalil yang “Nasikh” (Pengganti/penyalin) dari dalil-dalil yang “Mansukh” (diganti/disalin)
- anda juga harus menguasai sekurang-kurangnya “Qiro’ah Sab’ah” dalam ilmu qur’an, mengingat akan Naif rasanya seorang “Calon Mujtahid” melafadzkan al qur’an tidak dengan pengucapan yang fashih.
Disamping itu
anda juga harus menguasai ilmu-ilmu pendukung guna memahami As Sunnah, seperti
Mushtholah Hadits, Jarh Wat Ta’dil, Taroojim, dst... hai ini penting setidaknya
agar anda tidak berhukum dengan hadits yang lemah dengan menabrak hadits yang
shohih.
Keempat : Sudahkah Anda Menguasai Kaidah
Ber-Istinbath Dari Para Imam Mujtahid ?
Syarat keempat
diatas juga sangat penting setidaknya guna mengetahui cara mensikapi nash-nash
yang Mujmal, Mubayyan, ‘Am, Khosh, dan cara men-Jami’-kan (mencari titik temu)
jika terdapat nash-nash yang dzahirnya Mukholafah (berselisih) atau Ta’aarudh
(bertentangan).
Sebagai
ilustrasi sederhana kami kutipkan Firman Alloh berikut :
إِنَّ
الَّذِينَ آمَنُوا وَالَّذِينَ هَادُوا وَالنَّصَارَى وَالصَّابِئِينَ مَنْ آمَنَ
بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَعَمِلَ صَالِحًا فَلَهُمْ أَجْرُهُمْ عِنْدَ
رَبِّهِمْ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman,
orang-orang Yahudi, dan orang-orang Shobiin, siapa saja (diantara mereka) yang
beriman kepada Alloh dan hari akhir, dan melakukan kebajikan, mereka mendapat
pahala dari tuhannya, tidak ada rasa takut pada mereka, dan mereka tidak
bersedih hati.” (QS. Al Baqoroh : 62)
Sepintas ayat
diatas memberi pemahaman adanya peluang yang sama bagi orang-orang yang
beriman, orang-orang Yahudi, dan orang-orang Shobiin, untuk mendapat pahala
disisi Alloh atas kebajikan yang mereka perbuat. Sehingga seakan ayat tsb
menyatakan bahwa orang-orang yang beriman, orang-orang Yahudi, dan orang-orang
Shobiin, bisa masuk surga. Adakah kenyataannya memang demikian ? sedang dalam
ayat lain Alloh berfirman :
وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ
وَهُوَ فِي الْآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ
“Dan barang
siapa mencari agama selain Islam, dia tidak akan diterima, dan di akhirat dia
termasuk orang yang rugi.” (QS. Alu Imron : 85)
Perhatikan dua
ayat diatas !!! adakah pengetahuan yang memadahi pada diri anda untuk
men-Jami’-kan dua nash yang dzahirnya Mukholafah (tidak sejalan) tsb ?....
sungguh apa yang kami sampaikan diatas hanyalah sebagian kecil perangkat yang
harus anda kuasai untuk Ber-Istinbath (menggali hukum langsung dari sumbernya)
Saudaraku...
kami sampaikan hal-hal diatas bukan dalam rangka mematahkan semangat belajar
anda, akan tetapi ketika anda mencoba menggali hukum dari sumbernya langsung
tanpa perangkat yang memadai, maka yakinlah Kelancangan Anda Hanya Akan
Berakibat Perpecahan Ummat Islam.
Likulli syaiin ahlun, idza wusidal amru lighoiri ahlihi..
Fantadzhiris saa’ah : “Setiap segala
sesuatu ada ahlinya, Jika suatu perkara diembankan (diserahkan) pada yang bukan
ahlinya, maka nantikanlah saat kehancurannya”.
Sebagaimana
fenomena yang terjadi saat ini banyak kehancuran, musibah, dan saling
memfitnah dikalangan umat Islam, baik di dunia maya atau di dunia nyata, dikarenakan banyak orang yang berani berfatwa menyesatkan orang lain atas dasar ayat Al-Qur'an dan Sunnah tanpa melalui prosedur ijtihad yang benar dan keilmuan yang mumpuni. alih-alih mereka hanya COPAS (Copy Paste) tulisan di situs tertentu karena kebanyakan dari mereka adalah tipe Santri Google,
Wallahu a'lam,, Semoga bermanfaat, dari penjelasan Kenapa HARUS Ngaji KITAB KUNING, Kok Tidak Langsung Merujuk Pada Al-Qur;an dan Hadis
Tidak ada komentar:
Posting Komentar