Pelatihan Hipnoterapi

Senin, 05 Oktober 2015

Kenapa HARUS Ngaji KITAB KUNING, Kok Tidak Langsung Merujuk Pada Al-Qur;an dan Hadis saja, Ini Penjelasannya

Kang Santoso mau berbagi tentang pemikiran Kaum Sarungan yang berlatar belakang Pondok Pesantren Tradisional "Pesantren Salafiyyah". Tulisan ini saya copas dari situs Ngaji.Web.Id dan saya ubah bahasanya agar mudah di pahami serta sedikit tambahan yang saya anggap perlu. Sebenarnya judul yang lebih tepat seharusnya ''Kenapa Harus Bermadzhab dan Taqlid Kepada Ulama?'' karena yang dimaksud dengan menggunakan kitab kuning disini adalah bermadzhab dengan mengikuti salah satu dari 4 Imam Madzhab dalam arti taqlid kepada Ulama. Mari kita ulas kenapa kita harus Taqlid dan bermadzhab.
Akhir-akhir ini memang lagi gencar-gencar nya fenomena penolakan dari sebagian golongan terhadap konsep Taqlid untuk kaum awam. Hal ini tentunya menimbulkan polemik baru bagi mayoritas ummat Islam, terutama bagi orang seperti kita yang tiada memiliki keilmuan yang meadai untuk memahami ajaran agama Islam langsung dari sumbernya yakni Al-Qur’an dan as sunnah (Hadits).
Disamping itu keengganan untuk bermadzhab (baca ; Taqlid) telah serta merta membangkitkan semangat sebagian ummat islam untuk beristinbath (menggali hukum langsung dari sumbernya, yakni al qur’an dan as sunnah) tanpa disertai sarana yang memadahi. Dan akibatnya dapat kita rasakan, betapa spirit agama yang semestinya adalah mengajarkan "kebenaran Agama" berubah menjadi “Pembenaran Pemahan Agama” dan yang terjadi adalah sikap fanatisme golongan yang di sertai dengan fitnah-fitnah yang dapat menimbulkan perpecahan diantara sesama ummat Islam. Sehingga Islam yang Rohmatan Lil Alamin, Islam yang mengajarkan welas asih dan ramah berubah menjadi Islam yang suka marah-marah.


Oleh karenanya sebelum kita melepaskan diri dari mata rantai bermadzhab (Taqlid) sebaiknya kita bercermin diri setidaknya tentang beberapa hal :

Pertama Adakah Kita Telah Memahami Bahasa Arab Dengan Benar?
Memahami bahasa arab dengan benar adalah syarat pertama yang harus kita kuasai, mengingat dua sumber utama dalam Islam yakni Al-Qur'an  dan Sunnah, keduanya menggunakan Bahasa Arab. Untuk dapat memahami bahasa Arab dengan baik dan benar, maka kita harus mampu mengusai Ilmu yang berkaitan dengan bahasa Arab, antara lain: Gramatika Arab (Nahwu-Shorof), Sastra Arab / Balaghoh (Badi’, Ma’ani, Bayan), Logika Bahasa (Manthiq) Sejarah Bahasa, Mufrodat, dan lain-lain. Hal ini sangat penting guna meminimalisir kesalahan dalam menguraikan makna (pesan moral) yang dikehendaki oleh syari’at dari sumber Tekstual, selain itu juga untuk memahami dengan benar maksud dari nash-nash yang bersifat ‘Am, Khosh, berlaku Hakiki, Majazi dst.
Menjadi sesuatu yang naif jika kita berani menghukumi “Halal-Haram, Sah-Batal, Sunnah-Bid'ah, Benar - Salah” hanya berdasarkan pemahaman dari terjemah Al-Qur'an  dan Sunnah. Sebagai ilustrasi sederhana,  berikut kami kutipkan peran pemahaman bahasa arab yang baik dan benar dalam memahami Al-Qur'an  dan Sunnah :
Contoh Fungsi Gramatika Arab"  Dalam Firman Alloh (QS. Al Maidah : 6) yang menjelaskan tata cara berwudhu :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ

“Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kalian hendak melaksanakan sholat, maka basuhlah wajahmu dan tanganmu sampai ke siku, dan usaplah kepalamu dan kedua kakimu sampai kedua mata kaki.” (QS. Al Maidah : 6)

Coba anda perhatikan kalimat  وَأَرْجُلَكُمْ (dan kedua kaki kalian) dalam firman Alloh diatas, dimana kata tersebut dibaca Nashob (dibaca Fathah pada huruf lam) padahal kata tersebut lebih dekat dengan kata بِرُءُوسِكُمْ  (kepala kalian) yang dibaca Jar (dibaca kasroh pada huruf Ro’) dengan konsekwensi makna sebagai berikut :
  • Jika kata وَأَرْجُلَكُمْ (dan kedua kaki kalian) dibaca Jar (kasroh) maka yang harus dilakukan untuk kaki ketika berwudhu adalah Mengusap bukan Membasuh, hal ini disebabkan kata  وَاَرْجُلِكُمْ  disambung dengan kata بِرُءُوسِكُمْ yang berarti amil (kata kerjanya) adalah  وَامْسَحُوا (dan Usaplah)
  • Jika kata وَأَرْجُلَكُمْ (dan kedua kaki kalian) dibaca Nashob (Fathah) maka yang harus dilakukan untuk kaki ketika berwudhu adalah Membasuh bukan Mengusap, hal ini disebabkan kata وَأَرْجُلَكُمْ disambung dengan kata وُجُوهَكُمْ  yang berarti amil (kata kerjanya) adalah فَاغْسِلُوا (Basuhlah)
Coba kita perhatikan: adanya sedikit perbedaan dalam pemahaman, berimplikasi pada makna dan kewajiban yang berbeda. Dimana ketika kata وَأَرْجُلَكُمْ dibaca fathah/Nashab maka kewajibannya adalah Membasuh, sedang jika kata وَاَرْجُلِكُمْ dibaca Kasroh/Jar, maka kewajibannya adalah Mengusap. Adakah hal ini kita dapati dari Al-Qur'an edisi terjemah?

Contoh Fungsi Balaghoh/Sastra Arab
Masih dalam tema ayat diatas, coba anda perhatikan kata إِذَا قُمْتُمْ  dengan menggunakan Fiil Madhi (kata kerja masa lampau) yang jika di terjemahkan secara tekstual, menjadi: “Apabila kalian telah berdiri /menjalankan”... sedang yang dimaksud adalah sebelum sholat. Inilah yang dalam pelajaran sastra arab disebut dengan “Ithlaqul Madhii Wa Uridal Mustaqbal”

Contoh Fungsi Manthiq
Diantara fungsi “Manthiq”/Logika Bahasa dalam konteks ayat diatas adalah guna men-Tashowwur-kan (menjelaskan dengan makna yang Jami’ dan Mani’) dari masing-masing kata dalam ayat diatas, misal yang dimaksud dengan “Yad” (tangan) adakah ia adalah “Tangan” dalam bahasa kita? “Wajah” seberapakah daerah yang masuk kategori “Wajah”? dan “Ru’us” (kepala), Membasuh, Mengusap, dst.... adakah semuanya dapat kita definisikan dengan kamus bahasa indonesia? Sedang Al-Qur'an menggunakan bahasa Arab dengan Nilai sastra yang paling tinggi ?

Kedua Sudahkah kita Menghafal Al Qur’an (Seluruhnya) Dan Juga Sekurang-Kurangnya Seratus Ribu Hadits ?

Syarat kedua diatas sangatlah diperlukan karena dengan terpenuhunya syarat tersebut akan tergambar semua ayat dan hadits yang terkait satu sama lain. Sehingga jika kita hendak memutuskan suatu perkara, keputusan/pendapat yang kita ambil tidak akan bertabrakan  atau bertentangan dengan nash-nash yang lain.
Sebagai ilusrtrasi sederhana kita gunakan ayat ayat diatas dengan terjemah sbb : “Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kalian hendak melaksanakan sholat, maka basuhlah wajahmu dan tanganmu sampai ke siku, dan usaplah kepalamu dan kedua kakimu sampai kedua mata kaki.” (QS. Al Maidah : 6)
Jika kita memahami hanya dari ayat tersebut, maka akan kita dapati hukum wajibnya berwudhu adalah bagi setiap orang yang hendak melaksanakan sholat, baik ia orang yang masih dalam keadaan suci maupun berhadats. mengingat keumuman perintah pada ayat diatas yang ditujukan pada setiap orang yang hendak melaksanakan sholat.

Syarat kedua tsb, juga berguna untuk menghindarkan anda menempatkan dalil bukan pada tempatnya, misal menempatkan ayat-ayat yang sejatinya untuk orang-orang kafir namun anda hantamkan untuk orang-orang islam. Bukankah Abdulloh Ibn Umar –rodhiyallohu ‘anhu- pernah berkata, ketika beliau ditanya tentang tanda-tanda kaum Khowarij ?

وَكَانَ ابْنُ عُمَرَ يَرَاهُمْ شِرَارَ خَلْقِ اللَّهِ وَقَالَ إِنَّهُمْ انْطَلَقُوا إِلَى آيَاتٍ نَزَلَتْ فِي الْكُفَّارِ فَجَعَلُوهَا عَلَى الْمُؤْمِنِينَ

Dan adalah Ibnu Umar, ia memandang mereka (Khowarij) sebagai seburuk-buruk makhluk Alloh, dan ia berkata : “Mereka (Khowarij) berkata tentang ayat-ayat yang (sejatinya) turun terhadap orang-orang kafir, mereka timpahkan ayat tersebut untuk orang-orang beriman”. (HR. Al Bukhori, Bab Qotlil Khowaarij)

Ketiga : Sudahkah Anda Menguasai Ilmu-Ilmu Pendukung Yang Lain Guna Memahami Al Qur’an Dan As Sunnah ?

Perangkat lain yang mesti anda kuasai dalam menggali hukum dari Al Qur’an dan As Sunnah yang memang luas dan dalamnya melebihi luas dan dalamnya samudera, diantaranya adalah:
  • anda harus mengetahui “Asbaabun Nuzul” dari setiap ayat dan juga “Asbaabul Wurud” dari setiap hadits, hal ini penting agar anda mampu menempatkan dalil-dalil sesuai porsinya dan mampu membedakan dalil-dalil yang “Nasikh” (Pengganti/penyalin) dari dalil-dalil yang “Mansukh” (diganti/disalin)
  • anda juga harus menguasai sekurang-kurangnya “Qiro’ah Sab’ah” dalam ilmu qur’an, mengingat akan Naif rasanya seorang “Calon Mujtahid” melafadzkan al qur’an tidak dengan pengucapan yang fashih.

Disamping itu anda juga harus menguasai ilmu-ilmu pendukung guna memahami As Sunnah, seperti Mushtholah Hadits, Jarh Wat Ta’dil, Taroojim, dst... hai ini penting setidaknya agar anda tidak berhukum dengan hadits yang lemah dengan menabrak hadits yang shohih.

Keempat : Sudahkah Anda Menguasai Kaidah Ber-Istinbath Dari Para Imam Mujtahid ?

Syarat keempat diatas juga sangat penting setidaknya guna mengetahui cara mensikapi nash-nash yang Mujmal, Mubayyan, ‘Am, Khosh, dan cara men-Jami’-kan (mencari titik temu) jika terdapat nash-nash yang dzahirnya Mukholafah (berselisih) atau Ta’aarudh (bertentangan).
Sebagai ilustrasi sederhana kami kutipkan Firman Alloh berikut :

إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَالَّذِينَ هَادُوا وَالنَّصَارَى وَالصَّابِئِينَ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَعَمِلَ صَالِحًا فَلَهُمْ أَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ


 

 “Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang Yahudi, dan orang-orang Shobiin, siapa saja (diantara mereka) yang beriman kepada Alloh dan hari akhir, dan melakukan kebajikan, mereka mendapat pahala dari tuhannya, tidak ada rasa takut pada mereka, dan mereka tidak bersedih hati.” (QS. Al Baqoroh : 62)
Sepintas ayat diatas memberi pemahaman adanya peluang yang sama bagi orang-orang yang beriman, orang-orang Yahudi, dan orang-orang Shobiin, untuk mendapat pahala disisi Alloh atas kebajikan yang mereka perbuat. Sehingga seakan ayat tsb menyatakan bahwa orang-orang yang beriman, orang-orang Yahudi, dan orang-orang Shobiin, bisa masuk surga. Adakah kenyataannya memang demikian ? sedang dalam ayat lain Alloh berfirman :

وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ


“Dan barang siapa mencari agama selain Islam, dia tidak akan diterima, dan di akhirat dia termasuk orang yang rugi.” (QS. Alu Imron : 85)

Perhatikan dua ayat diatas !!! adakah pengetahuan yang memadahi pada diri anda untuk men-Jami’-kan dua nash yang dzahirnya Mukholafah (tidak sejalan) tsb ?.... sungguh apa yang kami sampaikan diatas hanyalah sebagian kecil perangkat yang harus anda kuasai untuk Ber-Istinbath (menggali hukum langsung dari sumbernya)
Saudaraku... kami sampaikan hal-hal diatas bukan dalam rangka mematahkan semangat belajar anda, akan tetapi ketika anda mencoba menggali hukum dari sumbernya langsung tanpa perangkat yang memadai, maka yakinlah Kelancangan Anda Hanya Akan Berakibat Perpecahan Ummat Islam.

Likulli syaiin ahlun, idza wusidal amru lighoiri ahlihi.. Fantadzhiris saa’ah : “Setiap segala sesuatu ada ahlinya, Jika suatu perkara diembankan (diserahkan) pada yang bukan ahlinya, maka nantikanlah saat kehancurannya”.
Sebagaimana fenomena yang terjadi saat ini banyak kehancuran, musibah, dan saling memfitnah dikalangan umat Islam, baik di dunia maya atau di dunia nyata, dikarenakan banyak orang yang berani berfatwa menyesatkan orang lain atas dasar ayat Al-Qur'an  dan Sunnah tanpa melalui prosedur ijtihad yang benar dan keilmuan yang mumpuni. alih-alih mereka hanya COPAS (Copy Paste) tulisan di situs tertentu karena kebanyakan dari mereka adalah tipe Santri Google,

Tidak ada komentar:

Posting Komentar