Dakwah Islam Dalam Pagelaran Wayang Kulit - Dakwah Islam sudah dilakukan sejak lama di Indonesia dengan berbagai metode dan sarana. Salah satunya adalah dengan metode pendekatan budaya lokal dan sarana hiburan masyarakat, seperti yang pernah dilakukan oleh Sunan Kalijaga dengan kisah wayangnya. Wayang sebagai warisan budaya kemudian di adopsi untuk sarana dakwah dengan menampilkan cerita-cerita yang bernafaskan ajaran Islam sebagaimana yang di tuliskan oleh Kang Satoso di bawah ini.
Mungkin ini adalah otak-atik gatuk atau kereto Boso dengan kata lain merupakan asal-usul sebuah istilah dalam khazanah budaya Islam Jawa
Berdasarkan buku Minanur Rahman dan Arabic The Source Of All The Langguages yang menyatakan bahwa bahasa Arab itu merupakan induk semua bahasa. Dengan demikian, berdasarkan teori itu kemungkinan penamaan Wayang itu diambil dari kata “wachyan / wahyun” artinya wahyu/firman Tuhan.
Mungkin ini adalah otak-atik gatuk atau kereto Boso dengan kata lain merupakan asal-usul sebuah istilah dalam khazanah budaya Islam Jawa
Berdasarkan buku Minanur Rahman dan Arabic The Source Of All The Langguages yang menyatakan bahwa bahasa Arab itu merupakan induk semua bahasa. Dengan demikian, berdasarkan teori itu kemungkinan penamaan Wayang itu diambil dari kata “wachyan / wahyun” artinya wahyu/firman Tuhan.
Dakwah Islam Dalam Pagelaran Wayang Kulit |
Jadi, nama figur dan kisah dalam Ramayana
dan Maha Barata itu pada mulanya berasal dari wahyu Ilahi. Sedangkan Dalang,
yang memainkan wayang tersebut berasal dari kata Arab “Dallan” artinya penuntun
atau penunjuk jalan. Jadi, Dalang itu adalah orang yang mempertunjukan kisah
tentang wayang yang bernuansa petunjuk-petunjuk Tuhan untuk umat manusia, baik dalam
urusan pribadi, keluarga, pemerintahan, Negara, hubungan internasional,
peperangan dan sebagainya. Ada juga kerajaan antagonis yaitu Astina
(As-syithon) dengan penguasanya Duryudana (Durjana) yang selalu bersikap
jahat seperti syaithan.
Tokoh punakawan yang menjadi figur
penasehat yang senantiasa memberikan pencerahan dalam cerita wayang juga
memiliki filosofi dan makna yang begitu mendalam. Punakawan yang terdiri
dari Semar, Gareng Petruk dan Bagong ada kemungkinan berasal dari kata Semar/Sammir berarti siap sedia, Gareng/Khair berarti
kebaikan/kebagusan, Petruk/Fatruk berarti meninggalkan, sedangkan
Bagong/Bagho artinya lalim atau kejelekan
“Sammir Ilal Khairi Fatruk Minal Bagho” yang artinya “Berangkatlah menuju kebaikan maka kamu akan meninggalkan
kejelekan”. Ini juga selaras dengan perintah Allah SWT supaya “amar ma’ruf
nahi munkar” yaitu “Mengajak kepada kebaikan dan mencegah dari perbuatan
buruk”
Dalam cerita Maha Barata yang mencerita
kisah keturunan Pandu Dewanata yang dikenal dengan Pandawa juga sangat lekat
dengan tuntunan ajaran Islam. Pandawa yang terdiri dari lima bersaudara
Yudhistira, Bima, Arjuna, Nakula dan Sadewa, mengisyaratkan kepada Lima
Rukun Islam. Sedang tokoh kontranya adalah bala Kurawa dan Astina yang
selalu membuat kemudhorotan. Dalam pementasan wayang, sang dalang juga selalu
menempatkan mereka pada posisi yang berseberangan, dimana tokoh Pandawa berada
dikanan sebagai lambang kebaikan, sedang Kurawa/Astina selalu di kiri sebagai
lambang keburukan.
Kisah Tokoh Pandawa jika diselaraskan
dengan ajaran Islam terutama sebagai pengejawantahan Rukun Islam adalah sebagai
berikut;
1. YUDHISTIRA
Yudhistira merupakan rangkaian dari kata “Yudh, is dan tira”. Yudh kependekan
dari kata ‘Yudha” artinya jihad atau perang; Is kependekan dari kata
“Islam” dan Tira merupakan kependekan dari kata “Tirakat”. Yudhistira ini juga
memiliki Jimat Kalima sada, yang mengisyaratkan kepada “Kalimah Syahadat” Rukun
Islam yang pertama. Maksudnya adalah seseorang yang telah mengucapkan kalimah
Syahadat (masuk agama Islam) berarti ia bertekad untuk memerangi hawa-nafsunya
dan berupaya menaklukkannya agar ia dapat mengikuti kehendak Allah SWT, sebagai
Tuhannya dan mengikuti Muhammad SAW sebagai Rasul-Nya. Oleh karena itu
Rasulullah SAW menyatakan bahwa jihad melawan hawa-nafsu itu merupakan jihad
paling besar.
Yudhistira dilambangkan dengan ibu jari
dimana mengucapkan kalimah syahadat atau tauhid Ilahi merupakan ibu atau induk
dari ajaran Islam. Seperti julukannya sebagai Satrio Pembareb
2. BIMA
Bima atau Raden Werkudoro yang selalu siap dengan senjata pamungkasnya yaitu Kuku Pancanaka yang diartikan sholat lima waktu haruslah ditegakkan dalam keadaan apapun. Bima juga memiliki julukan Ksatria Penegak yang merefleksikan Ibadah Shalat sebagai Tiang Agama atau Penegak Agama
Bima atau Raden Werkudoro yang selalu siap dengan senjata pamungkasnya yaitu Kuku Pancanaka yang diartikan sholat lima waktu haruslah ditegakkan dalam keadaan apapun. Bima juga memiliki julukan Ksatria Penegak yang merefleksikan Ibadah Shalat sebagai Tiang Agama atau Penegak Agama
Bima merupakan rangkaian dari kata “Bi dan
Ma”. Bi kependekan dari kata “Bisa” sedangkan Ma kependekan dari kata
“Manunggal”. Jadi, Bima itu bisa manunggaling kawula marang Gusti, dan dia
memiliki kuku Pancanaka yaitu memiliki kekuatan lima waktu yang mengisyaratkan
kepada “Shalat” rukun Islam yang kedua. Maksudnya, amalan shalat itu merupakan
media bertemunya seorang hamba dengan Khaliqnya. Oleh karena itu Rasulullah SAW menyatakan bahwa seorang yang sedang menunaikan shalat hendaknya
ia seakan-akan sedang melihat Tuhannya, tapi jika tidak dapat melihat-Nya,
hendaknya ia merasa sedang dilihat Tuhannya.
Bima dilambangkankan dengan jari telunjuk,
telunjuk sebagai simbol dan alat penunjuk arah. Dengan shalat manusia juga bisa
mendapat petunjuk dan dapat bertemu dengan Allah swt, ketika shalat juga ada
gerakkan menegakkan jari telunjuk. Selain itu shalat juga harus ditegakkan,
karena sebagai tiang agama.
3. ARJUNA
Raden Arjuna digambarkan sebagai tokoh yang sangat tampan, lemah lembut, pemberani, pemanah ulung, pembela kebenaran, dan idola kaum wanita. Ini merefleksikan Ibadah Puasa wajib dibulan Ramadhan yang penuh hikmah dan pahala sehingga menarik hati kaum Muslim untuk beribadah sebanyak-banyaknya. Keahlian Raden Arjuna dalam bertempur dan memanah ini, merefleksikan Ibadah Puasa sebagai senjata untuk melawan hawa nafsu.
Raden Arjuna digambarkan sebagai tokoh yang sangat tampan, lemah lembut, pemberani, pemanah ulung, pembela kebenaran, dan idola kaum wanita. Ini merefleksikan Ibadah Puasa wajib dibulan Ramadhan yang penuh hikmah dan pahala sehingga menarik hati kaum Muslim untuk beribadah sebanyak-banyaknya. Keahlian Raden Arjuna dalam bertempur dan memanah ini, merefleksikan Ibadah Puasa sebagai senjata untuk melawan hawa nafsu.
Arjuna merupakan rangkaian dari kata Ar, Ju dan Na. Ar
kependekan dari kata Arsa, artinya akan atau mengharapkan, Ju kependekan dari
kata maju, dan Na kependekan dari kata rah ina, artinya terang karena penerangan
dari langit atau agama. Jadi, ARJUNA bermakna mengharapkan kemajuan atau
kesuksesan ruhani (agama). Ini mengisyaratkan kepada ”Shiyam” atau Puasa
sebagai rukun Islam ketiga. Maksudnya adalah amalan Puasa dapat membuat
pelakunya berhati suci yang menyebabkan Tuhan berkenan mengaruniakan wahyu
(petunjuk), sehingga hati menjadi terang-benderang. Oleh karena itu
sejarah membuktikan bahwa sebelum para nabi menerima wahyu, biasanya mereka
melakukan puasa lebih dahulu (atau bertapa).
Arjuna sebagai Ksatria Penengah disimbolkan dengan jari tengah, dimana jari tengah yang memiliki posisi
paling tinggi ini menggambarkan bahwa dengan puasa manusia dapat meraih derajat
yang tinggi, dan merupakan penengah atau
penyeimbang untuk menahan
hawa nafsu.
4. NAKULA
Nakula merupakan rangkaian dari kata “Na
dan Kula”. Na kependekan dari kata “Trisna” artinya kasih-sayang, sedangkan
Kula kependekan dari kata “Kawula” artinya masyarakat. Jadi, Nakula itu
mengisyaratkan kepada “Zakat” sebagai rukun Islam keempat. Maksudnya,
memberikan zakat, infaq, sedekah, hadiah dan yang sejenisnya merupakan
manifestasi dari cinta-kasih seorang muslim kepada sesama manusia sebagai
makhluq Allah SWT.
Nakula disimbolkan dengan jari manis
dimana jari manis sebagai simbol cinta dan kasih sayang, karena biasa
dipakaikan cincin tanda cinta.
5. SADEWA
Sadewa merupakan rangkaian dari kata “Sa
dan Dewa”. Sa kependekan dari kata “Sangu” artinya bekal, De kependekan dari
kata “Gede” artinya besar dan banyak, sedangkan Wa kependekan dari kata “Dawa”
artinya panjang atau lama. Jadi, Sadewa itu mengisyaratkan kepada ibadah
“Haji” sebagai rukun Islam kelima. Maksudnya, ibadah Haji itu membutuhkan
bekal yang besar dan untuk keperluan hidup dalam waktu yang panjang, disamping
untuk biaya transportasi, terlebih bagi seorang muslim Indonesia yang jauh dari
kota Mekkah, kerajaan Saudi Arabia.
Sadewa disimbolkan dengan jari kelingking,
karena jari kelingking merupakan jari terkecil. Haji merupakan ibadah yang
memerlukan syarat, sehingga tidak semua umat Islam bisa memenuhinya, atau hanya
sebagian kecil saja yang bisa melaksanakannya.
Jika kelima tokoh diatas bersatu, maka
akan menjadi kekuatan yang luara biasa, seperti halnya jika 5 rukun jika kita
jalankan dengan sepenuhnya, maka keimanan kita juga akan sangat kuat.
Demikian sedikit tulisan tentang Dakwah Islam Dalam Pagelaran Wayang Kulit
Demikian sedikit tulisan tentang Dakwah Islam Dalam Pagelaran Wayang Kulit
Sumber asli ada disini
http://kangsantoso.blogspot.co.id/2017/03/dakwah-islam-dalam-pagelaran-wayang.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar