Belajar Memilih dan Memahami Keris (Tosan Aji) Untuk Pemula: Kang Santoso Belajar keris bagi setiap orang tentu memiliki preferensi
masing-masing di dalam memahami dan memilih sebuah keris, baik itu sebagai pusaka, koleksi, maupun
hobi. Hal-hal yang menjadi pertimbangan bagi masing-masing tentunya banyak yang
bersifat personal dan subjektif. Dan sudah menjadi kewajiban kita untuk belajar saling menghormati pendapat-pendapat tersebut. Akan tetapi kita bersama harus terus belajar agar dalam memberikan penilaian terhadap karya luhur budaya ini lebih objektif.
Baca juga: Tempat Belajar dan Memahami Keris Di Kediri
Sebagai bahan pertimbangan untuk belajar memahami keris bagi pemula seyogyanya kita belajar kepada orang yang benar-benar tulus dalam memberikan pemaparan tentang keris dengan disertai contoh yang dapat anda lihat dan anda pegang sendiri. Agar nantinya pemahaman anda tentang keris benar-benar kokoh, adhedhasar wewaton yang telah dipakai para leluhur. Karena ketika
pilihan-pilihan kita semakin didasarkan pada standar yang objektif, hal ini
akan memudahkan orang lain untuk menghormati pilihan kita tersebut.
Belajar Keris untuk pemula |
Dari berbagai sudut pandang yang ada,
terdapat irisan satu sama lain yang mengerucutkan kualifikasi dari keris yang
menjadi pilihan para sesepuh kita yang memiliki pemahaman mendalam. Salah satu
sesepuh perkerisan Indonesia, Alm. Ir. Haryono Haryo Guritno pada akhir-akhir
merumuskan 14 hal berikut yang kiranya merangkum berbagai aspek kriteria
pemilihan.
- Tuh (Utuh)
- Si (Wesi / Besi)
- Rap (Garap)
- Mor (Pamor)
- Puh
- Jo
- Ngun
- Dha
- Ta
- Ting
- Ka
- Rah
- Mpu
- Ngguh."
Yang pertama, Tuh (Wutuh). Keutuhan bilah
adalah hal utama. Tidak pugut. Tidak gowang.
Tidak gempil. Bagian yang riskan tentu ricikan seperti sekar kacang,
sogokan, dan pejetan. Kecuali gonja. Dalam tradisi Yogyakarta, penggantian
gonja, semisal disalini gonja wulung di zaman terkemudian dengan maksud
tertentu tidak termasuk ketidak-utuhan. Alm. KRT Hastananegara, sesepuh
Paguyuban Pametriwiji konon pernah menyatakan, bagaimana pusaka akan diharapkan
handayani jika dirinya sendiri saja tidak selamat dari kerusakan.
Yang kedua, Si (Wesi). Besi adalah salah satu
unsur inti dari fisik pusaka yang sekaligus menjadi penanda kemaestroan sang
Empu. Jika dalam mewasuh, mengolah, dan menguled besi saja belum baik, maka
tentu hal-hal berikutnya seperti garap dan pamor menjadi dipertanyakan.
Belajar Memahami Keris Bagi Pemula |
Besi adalah wadah sementara pamor adalah
hidangan. Jadah sebagai makanan sederhana jika wadahnya piring keramik
berglasur indah akan pantas disajikan kepada Raja. Sementara meski Kue Spekuk
yang waktu itu hidangan kalangan atas, jika wadahnya cobek yang berjamur, kotor,
dan grumpil tentu tidak pantas disajikan.
Besi adalah halaman rumah, sementara pamor
itu tanaman-tanaman hiasnya. Jika halamannya penuh sampah, njembrung, banyak
rumput liar bosah-baseh; tentu tanaman hias mahal pun jadi tidak menarik. Tapi
latar yang bersih dan rapi, sekedar tanaman sederhana pun menjadikannya
terlihat asri dan menentramkan.
Secara tarikan, besi pusaka yang baik dalam
tradisi para sesepuh di Yogyakarta terbagi dalam 3 kualifikasi; ngglali
(seperti jenang gula), nyerat (berserat), dan nyabak (seperti sabak untuk
menulis). Ketiga kualifikasi ini harus kita kenali dengan banyak menanting dan
mengamati sample-sample yang benar agar terhindar dari besi yang nggrasak, yang
mentah, berpori besar, dan lain sebagainya.
Secara tanjeg, aneka jenis besi yang memiliki berbagai karakter dalam tradisi lisan (Purasani, Karang Kijang, Balitung, Walulin, dll) yang telah di-saton diharapkan memiliki watak baru sesuai yang diharapkan dalam doa Sang Empu dan pemilik pusaka. Kemampuan mengenali hal ini kini sudah sangat sukar, sehingga banyak yang memilih mempergunakan 'rasa', seperti apakah kesan besi itu adhem, ngresep, mahanani, atau misalnya galak dan 'panas'.
Sementara sampai disini...insya allah akan saya sambung dengan Belajar Memilih dan Memahami Keris (Tosan Aji) Untuk Pemula (Part 2)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar