Pelatihan Hipnoterapi

Jumat, 01 November 2019

Bakti Sosial Ruqyah Massal Syar'iyyah Di Kediri: Melestarikan Eksistensi Metode Pengobatan SUWUK di Era Milenial

Kegiatan  Sosial Ruqyah Massal Syar'iyyah Kediri: Melestarikan Eksistensi Metode Pengobatan SUWUK di Era Milenial - Kang SantosoKata Suwuk mungkin terasa sangat asing di telinga generasi milenial yang lahir di zaman perkembangan teknologi informasi sudah  sedemikian canggih. Mungkin juga karena kata “suwuk” bukanlah bahasa nasional Indonesia, sehingga tidak dicantumkan  dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Suwuk adalah bahasa Jawa yang pemakaiannya terbatas di kalangan pondok pesantren, masyarakat islam tradisional, dan kehidupan tradisional masyarakat pada umumnya. Pada umumnya, masyarakat kita lebih familier dengan istilah mantra / jampi-jampi, dan istilah lain nya yang kesemuanya merujuk satu makna yang sama, yakni: metode pengobatan dengan menggunakan sesuatu bacaan dan amalan. Dimana setelah melakukan ritual tersebut kemudian di tiupkan ke suatu media.
Tradisi Pengobatan Suwuk
Tradisi Pengobatan Suwuk
Apa itu Suwuk? Suwuk bukanlah perbuatan SYIRIK sebagaimana yang di tuduhkan oleh mereka yang tidak pernah nyuwuk dan tidak faham dengan apa itu suwuk . Suwuk adalah traisi pengobatan tertua di dunia dengan doa-doa yang dibaca serta amalan tertentu, yang tujuan utama nya adalah minta pertolongan kepada Allah SWT agar diberikan kesembuhan. Dimana para penggiat dakwah era milenial saat ini, mengenalkan masyarakat dengan istilah Ruqyah (Bahasa Arab) yang arti nya dalah jampi atau mantra atau suwuk.
Baca Juga: Alamat Ahli Ruqyah Syariah Kediri
HUKUM SUWUK DALAM ISLAM
Masyarakat kita telah lama mengenal pengobatan penyakit melalui doa-doa yang disebut suwuk. 
Tentang pengobatan dengan menggunakan suwuk ini pernah ditanyakan pada Rasulullah dalam sebuah hadits berikut:
عَنْ عَوْفِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ كُنَّا نَرْقِى فِى الْجَاهِلِيَّةِ فَقُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ كَيْفَ تَرَى فِى ذَلِكَ فَقَالَ « اعْرِضُوا عَلَىَّ رُقَاكُمْ لاَ بَأْسَ بِالرُّقَى مَا لَمْ تَكُنْ شِرْكًا ». (سنن أبى دا ود,جز 1, 230)
Dari ‘Auf bin Malik berkata, bahwasannya kami mengobati penyakit dengan menggunakan suwuk pada zaman jahiliyah, lalu kami bertanya kepada Rasul, wahai Rasul bagaimana pendapat anda tentang hal tersebut? Rasul menjawab, hadapkanlah suwuk-suwuk kalian kepadaku, sesungguhnya hal itu tidak membahayakan selama kalian tidak syirik (menyekutukan Allah Swt.). (Sunan Abi Dawud, juz I, hal. 230)

Tradisi Pengobatan Suwuk era milenial
Tradisi Pengobatan Suwuk

Diceritakan dalam sebuah hadits Sunan Abi Dawud, mengenai pengalaman para sahabat Nabi yang telah melakukan pengobatan dengan suwuk:
عَنْ أَبِى سَعِيدٍ الْخُدْرِىِّ أَنَّ رَهْطًا مِنْ أَصْحَابِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- انْطَلَقُوا فِى سَفْرَةٍ سَافَرُوهَا فَنَزَلُوا بِحَىٍّ مِنْ أَحْيَاءِ الْعَرَبِ فَقَالَ بَعْضُهُمْ إِنَّ سَيِّدَنَا لُدِغَ فَهَلْ عِنْدَ أَحَدٍ مِنْكُمْ شَىْءٌ يَنْفَعُ صَاحِبَنَا فَقَالَ رَجُلٌ مِنَ الْقَوْمِ نَعَمْ وَاللَّهِ إِنِّى لأَرْقِى وَلَكِنِ اسْتَضَفْنَاكُمْ فَأَبَيْتُمْ أَنْ تُضَيِّفُونَا مَا أَنَا بِرَاقٍ حَتَّى تَجْعَلُوا لِى جُعْلاً. فَجَعَلُوا لَهُ قَطِيعًا مِنَ الشَّاءِ فَأَتَاهُ فَقَرَأَ عَلَيْهِ أُمَّ الْكِتَابِ وَيَتْفُلُ حَتَّى بَرَأَ كَأَنَّمَا أُنْشِطَ مِنْ عِقَالٍ. قَالَ فَأَوْفَاهُمْ جُعْلَهُمُ الَّذِى صَالَحُوهُمْ عَلَيْهِ فَقَالُوا اقْتَسِمُوا. فَقَالَ الَّذِى رَقَى لاَ تَفْعَلُوا حَتَّى نَأْتِىَ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَنَسْتَأْمِرَهُ. فَغَدَوْا عَلَى رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَذَكَرُوا لَهُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « مِنْ أَيْنَ عَلِمْتُمْ أَنَّهَا رُقْيَةٌ أَحْسَنْتُمُ اقْتَسِمُوا وَاضْرِبُوا لِى مَعَكُمْ بِسَهْمٍ ».
Dari Abi Said al Khudzri ra. Bahwasannya sekelompok sahabat Nabi berangkat melakukan suatu perjalanan, mereka berhenti diperkampungan Arab. Salah satu dari penduduk tersebut berkata, Sesungguhnya pemimpin kami disengat kalajengking. Apakah ada di antara kalian yang bisa memberi manfaat (mengobati pemimpin kami)? Seorang laki-laki dari sahabat menjawab, betul. Demi Allah Swt. sesungguhnya kami bisa menyuwuk (mengobatinya) tetapi, ketika kami akan bertamu, kalian malah menolak. Aku tidak akan mengobati, sehingga kalian memberi gaji (upah). Bayarlah gaji tersebut dengan seekor kambing. Lalu satu kambing didatangkan. Laki-laki tersebut membaca surat al-Fatihah, kemudian meniupkan ludahnya sehingga pimpinan itu sembuh, (saking cepatnya) seperti orang yang terlepas dari tali serban. Abi Said berkata,” mereka menepati janji dengan memberi gaji (upah).” Lalu para sahabat berkata, “Bagilah (upah tersebut).” Lelaki tukang suwuk berkata, “Jangan lakukan hal itu sehingga kita datang kepada Rasul.” Lalu Rasul bersabda, “Dari mana kalian tahu bahwa ummul kitab bisa dipergunakan untuk menyuwuk? Bagus….kalian, bagilah! Dan aku minta bagian”. (Sunan Abi Dawud, juz II, hal. 232-233)
Dari beberapa penjelasan di atas, dapat dipahami bahwa mengobati berbagai penyakit dengan do’a-do’a itu dibenarkan. Dan mengambil ongkos/upah dari pengobatan itu juga diperbolehkan.
Bagi generasi yang lahir dekade tahun 1980 an, saya yakin masih sangat familier dengan istilah  suwuk/nyuwuk. Karena, banyak diantara keluarga, saudara kita yang kalau sedang sakit sering di bawa ke tempat sesepuh dalam hal ini kyai atau orang yang di anggap "pintar" untuk di suwuk. Anak sakit panas, bayi yang sering rewel, sulit melahirkan, sakit gigi dan penyakit lain nya bukan nya di bawa ke petugas para medis, melainkan di bawa ke tukang suwuk.
Apakah sembuh? alhamdulillah ternyata sembuh!!! apakah karena tukang suwuk nya sakti mandra guna? BUKAN!!!! itu semua bisa terjadi karena antara yang nyuwuk dan yang di suwuk sama-sama meyakini bahwa Allah SWT adalah maha penyembuh. Amalan suwuk/mantra adalah media perantara, sedangkan sembuh atau tidak itu adalah mutlak (hak prerogratif ) Allah SWT. 
Sekali lagi suwuk itu adalah hanya wasilah atau perantara, hati dan fikiran kita harus tetap nyambung-nyenyuwun mencurahkan isi hati memohon kepada Allah SWT. Untuk dapat menyembuhkan penyakit manusia, Allah bisa saja memakai perantara atau tanpa perantara, itu pasti!!

Husnudzon kepada Allah adalah kunci utama dalam Nyuwuk
Husnuzhan kepada Allah, itulah yang diajarkan pada kita dalam nyuwuk. Ketika kita berdoa pada Allah kita harus yakin bahwa doa kita akan dikabulkan dengan tetap melakukan sebab terkabulnya doa dan menjauhi berbagai pantangan yang menghalangi terkabulnya doa. Karena ingatlah bahwasanya doa itu begitu ampuh jika seseorang berhusnuzhan kepada Allah. 
Jika seseorang berdoa dalam  keadaan yakin doanya akan terkabul, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
اُدْعُوا اللَّهَ وَأَنْتُمْ مُوقِنُونَ بِالإِجَابَةِ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ لاَ يَسْتَجِيبُ دُعَاءً مِنْ قَلْبٍ غَافِلٍ لاَهٍ
Berdoalah kepada Allah dalam keadaan yakin akan dikabulkan, dan ketahuilah bahwa Allah tidak mengabulkan doa dari hati yang lalai.” (HR. Tirmidzi)
Meminjam istilah Ki Ageng Mbodo (Pengasuh Padepokan Suwuk Nusantara) Suwuk adalah dimensi pertama adalah jeritan hati (karonto-ronto) atas segala macam problematika kehidupan manusia. Baik itu kesehatan, rumah tangga asmara, ekonomi dan lain-lain. Dimensi ke dua adalah untuk membangun keintiman antara manusia kepada Tuhan nya (Allah) sehingga hubungan antara manusia dengan Tuhan nya terjalin rapi dan sempurna. Sehingga ketika ayat wirid, suwuk, mantra itu di amalkan kalau sudah dekat, maka apa yang kita hajadkan, apa yang kita inginkan di kabulkan oleh Allah. Dimensi suwuk ke tiga adalah bicara tentang keyakinan dan musalsal (berkesinambungan) turun temurun soal keyakinan terhadap guru, guru mendapatkan ilmu suwuk dari para guru - dari guru nya sambung sampai ke Kanjeng Nabi. Walaupun suwuk yang di pakai adalah bahasa yang tidak populer, tidak banyak di kenal, tapi ketika matra suwuk itu di baca, apapun yang di inginkan kadang bisa saja terjadi, di kabulkan oleh Allah. Dimensi ke empat: adalah menggunakan khasiat tanaman yang mengandung obat (tanaman herbal)
Sayangnya di zaman now - era milenial ini, tidak banyak yang mengerti tentang apa itu suwuk. Kontruksi pengetahuan dan konsumsi informasi dari internet mempengaruhi pola pikir dan budaya pemuda zaman now. Perilaku budaya mereka kini dibangun dari pengetahuan modern yang mengikis tradisi sakral itu. Suwuk bukan syirik apalagi haram. Suwuk merupakan tradisi pengobatan dengan pendekatan islami dan ilmiah. 

SUWUK DI ERA MILENIAL
Karena suwuk itu tidak ada di Kamus Besar Bahasa Indonesia. Padahal, suwuk dalam tradisi Islam khusus nya di Nusantara sudah menjadi bentuk iman kepada Allah melalui simbol-simbol, bacaan, atau ritual tertentu.
Pengobatan dengan suwuk dianggap alternatif, jadul bahkan primitif. Sedangkan pengobatan para medis dianggap ilmiah dan bergengsi. Padahal, percaya pada dokter sebagai penyembuh, sama saja syirik. Mau dokter atau kiai, dukun, tabib, orang pinter, ia hanyalah sarana (washilah) jalan mencapai kesehatan. Yang Maha Penyembuh hanya Allah. Kiai, dukun, dokter hanya perantara.

Di zaman now ini pengobatan dengan metode suwuk lebih di kenal dengan istilah ruqyah. Maka, praktisi Ruqyah Aswaja (SUWUK E WONG NU) mensinergikan dengan beberapa ilmu modern, seperti: hizib, aurot, rajah, Obat Herbal, Gurah, Bekam, Hipnoterapy, Totok, dan metode yang lain.
“Semua bentuk suwuk, jimat, rajah, asma’, atau lainnya di atas hanya bagian dari wasilah (jalan) atau perantara saja kepada Allah. Sebab, Yang Maha Melindungi dan Maha Penyembuh hanya Allah. Suwuk hanya salah satu jalan mendapat kesehatan, keamanan, dan kebahagiaan dari Allah. Apakah ini syirik?
Suwuk sebagai tradisi pengobatan dalam ajaran Islam harus dijaga, di ajarkan dan di lestarikan eksistensinya, sebagai bentuk penghambaan pada Allah.
Al-Qur’an adalah obat, sedangkan teknisnya, bergantung hasil ijtihad, kreativitas, atau tradisi masyarakat. Nabi Muhammad SAW juga menggerakkan tradisi suwuk sejak dulu. Tradisi orang Arab, sejak dulu memanfaatkan tumbuhan untuk pengobatan. Contohnya, pengobatan yang memanfaatkan buah Zaitun, Kurma, Anggur, dan lainnya yang sudah dijelaskan dalam Al-Qur’an.
Ruqyah Massal Kediri - Melestarikan Tradisi Pengobatan Suwuk Nusantara
Ruqyah Massal Kediri - Melestarikan Tradisi Pengobatan Suwuk Nusantara
Pengobatan ‘ala Kanjeng Nabi Muhammad (Tibun Nabawi),secara umum dibagi menjadi empat macam:
Pertama, spiritual ilahiyah, doa, zikir atau dikenal dengan istilah ruqyah syar’iyah. baca juga: Ruqyah Syar'iyyah Di Kota Kediri
Kedua, materi natural berupa obat alamiah bukan obat kimia sintetis, berupa resep-resep nabawy, seperti madu, zam-zam, zaitun, habbatussauda’, talbinah, kurma, jahe, bawang putih, timun, dan lainnya.
Ketiga, pengobatan bersifat terapi, seperti hijamah, pemijatan, dan usapan.
Keempat, sinergitas (penggabungan dengan beberapa metode). Contohnya, pengobatan dengan bimbingan wahyu, seperti Thibbun Nabawi yang masih lestari di Arab sampai sekarang. Sedangkan orang Jawa yang beragama Islam, memiliki cara sendiri yang secara substansial tak menyempal dari Al-Qur’an dan ajaran Rasulullah. Orang Islam di Nusantara justru mengembangkan suwuk sesuai pendekatan islami dan ilmiah dalam Al-Qur’an. Al-Qur’an mendeskripsikan ada penyakit rohani dan jasmani. Maka suwuk sudah sesuai Al-Qur’an karena mampu mengobati dua jenis penyakit itu. Di sini, suwuk bisa menempatkan manusia sebagai makhluk yang utuh karena harus sehat jasmani dan rohani.
Suwuk wajib dilestarikan dan digerakkan dengan beberapa formula. Pertama, pemahaman objektif terhadap suwuk. Kedua, pelurusan paradigma, bahwa suwuk sangat islami, sesuai Al-Qur’an, dan sunnah nabi.
Ketiga, suwuk harus dipahami sebagai metode mendekatkan diri pada Allah, wahana penelitian ilmiah dan cinta alam. Sebab, semua ciptaan Allah bermanfaat bagi makhluk. Keempat, perlu kampanye suwuk sangat islami, ilmiah, dan tak kalah dengan pengobatan modern.
Kita harus ingat, banyak ilmuwan muslim yang mendasarkan Al-Qur’an sebagai pengobatan dan kemajuan kedokteran masa lalu. Seperti Ar-Razi, kimiawan yang mengobati pasien lewat makanan, lalu Ibnu An-Nafis penemu sirkulasi paru-paru pada abad 13. Kemudian, Al-Balkhi perintis pengobatan penyakit jiwa, At-Tabrani pakar terapi, konseling dan psikoterapi, Az-Zuhr pakar kedokteran saraf, serta Thabib Qurra pemikir bidang kesehatan.
Pesan-pesan sakral Nabi Muhammad di atas, melegitimasi suwuk sangat ilmiah dan rasional. Selama berpedoman pada Al-Qur’an dan tak syirik, maka bisa diterapkan dan digerakkan. Suwuk menjadi bagian dari pemanfaatkan teknologi Al-Qur’an untuk pengobatan, deteksi penyakit, bahkan pelindung dari bahaya.
Syaratnya, tidak syirik, menjadikan Al-Qur’an sebagai ruh, dan berpusat pada Allah sebagai Maha Segalanya. Jika ada orang membidahkan, mengafirkan, dan mengharamkan suwuk, tampaknya mereka harus disuwuk secepatnya!
Bakti  Sosial Ruqyah Massal Syar'iyyah Di Kediri: Melestarikan Eksistensi Metode Pengobatan SUWUK di Era Milenial

Tidak ada komentar:

Posting Komentar