Kegiatan
Sosial Ruqyah Massal Syar'iyyah Kediri: Melestarikan Eksistensi Metode
Pengobatan SUWUK di Era Milenial - Kang
Santoso: Kata Suwuk mungkin
terasa sangat asing di telinga generasi milenial yang lahir di zaman
perkembangan teknologi informasi sudah sedemikian canggih. Mungkin juga
karena kata “suwuk” bukanlah bahasa nasional Indonesia, sehingga tidak
dicantumkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Suwuk adalah
bahasa Jawa yang pemakaiannya terbatas di kalangan pondok pesantren, masyarakat
islam tradisional, dan kehidupan tradisional masyarakat pada umumnya. Pada
umumnya, masyarakat kita lebih familier dengan istilah mantra / jampi-jampi,
dan istilah lain nya yang kesemuanya merujuk satu makna yang sama, yakni:
metode pengobatan dengan menggunakan sesuatu bacaan dan amalan. Dimana setelah
melakukan ritual tersebut kemudian di tiupkan ke suatu media.
Apa itu Suwuk? Suwuk bukanlah
perbuatan SYIRIK sebagaimana yang di tuduhkan oleh mereka yang
tidak pernah nyuwuk dan tidak faham dengan apa itu suwuk . Suwuk adalah traisi
pengobatan tertua di dunia dengan doa-doa yang dibaca serta amalan tertentu,
yang tujuan utama nya adalah minta pertolongan kepada Allah SWT agar diberikan
kesembuhan. Dimana para penggiat dakwah era milenial saat ini, mengenalkan masyarakat dengan istilah Ruqyah (Bahasa Arab) yang arti nya dalah jampi atau mantra atau suwuk.
Baca Juga: Alamat Ahli Ruqyah Syariah Kediri
Tradisi Pengobatan Suwuk |
Baca Juga: Alamat Ahli Ruqyah Syariah Kediri
HUKUM SUWUK DALAM ISLAM
Masyarakat kita telah lama mengenal pengobatan penyakit melalui doa-doa
yang disebut suwuk.
Tentang pengobatan dengan menggunakan suwuk ini pernah ditanyakan pada
Rasulullah dalam sebuah hadits berikut:
عَنْ عَوْفِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ كُنَّا نَرْقِى فِى
الْجَاهِلِيَّةِ فَقُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ كَيْفَ تَرَى فِى ذَلِكَ فَقَالَ «
اعْرِضُوا عَلَىَّ رُقَاكُمْ لاَ بَأْسَ بِالرُّقَى مَا لَمْ تَكُنْ شِرْكًا ». (سنن
أبى دا ود,جز 1, 230)
Dari ‘Auf bin Malik berkata, bahwasannya kami mengobati penyakit dengan
menggunakan suwuk pada zaman jahiliyah, lalu kami bertanya kepada Rasul, wahai
Rasul bagaimana pendapat anda tentang hal tersebut? Rasul menjawab, hadapkanlah
suwuk-suwuk kalian kepadaku, sesungguhnya hal itu tidak membahayakan selama
kalian tidak syirik (menyekutukan Allah Swt.). (Sunan Abi Dawud, juz I, hal. 230)
Diceritakan dalam sebuah
hadits Sunan Abi Dawud, mengenai pengalaman para sahabat Nabi yang telah
melakukan pengobatan dengan suwuk:
عَنْ أَبِى سَعِيدٍ الْخُدْرِىِّ أَنَّ
رَهْطًا مِنْ أَصْحَابِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- انْطَلَقُوا فِى سَفْرَةٍ
سَافَرُوهَا فَنَزَلُوا بِحَىٍّ مِنْ أَحْيَاءِ الْعَرَبِ فَقَالَ بَعْضُهُمْ
إِنَّ سَيِّدَنَا لُدِغَ فَهَلْ عِنْدَ أَحَدٍ مِنْكُمْ شَىْءٌ يَنْفَعُ
صَاحِبَنَا فَقَالَ رَجُلٌ مِنَ الْقَوْمِ نَعَمْ وَاللَّهِ إِنِّى لأَرْقِى
وَلَكِنِ اسْتَضَفْنَاكُمْ فَأَبَيْتُمْ أَنْ تُضَيِّفُونَا مَا أَنَا بِرَاقٍ
حَتَّى تَجْعَلُوا لِى جُعْلاً. فَجَعَلُوا لَهُ قَطِيعًا مِنَ الشَّاءِ فَأَتَاهُ
فَقَرَأَ عَلَيْهِ أُمَّ الْكِتَابِ وَيَتْفُلُ حَتَّى بَرَأَ كَأَنَّمَا أُنْشِطَ
مِنْ عِقَالٍ. قَالَ فَأَوْفَاهُمْ جُعْلَهُمُ الَّذِى صَالَحُوهُمْ عَلَيْهِ
فَقَالُوا اقْتَسِمُوا. فَقَالَ الَّذِى رَقَى لاَ تَفْعَلُوا حَتَّى نَأْتِىَ
رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَنَسْتَأْمِرَهُ. فَغَدَوْا عَلَى رَسُولِ
اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَذَكَرُوا لَهُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله
عليه وسلم- « مِنْ أَيْنَ عَلِمْتُمْ أَنَّهَا رُقْيَةٌ أَحْسَنْتُمُ اقْتَسِمُوا
وَاضْرِبُوا لِى مَعَكُمْ بِسَهْمٍ ».
Dari Abi Said al Khudzri ra. Bahwasannya sekelompok sahabat Nabi
berangkat melakukan suatu perjalanan, mereka berhenti diperkampungan Arab.
Salah satu dari penduduk tersebut berkata, Sesungguhnya pemimpin kami disengat
kalajengking. Apakah ada di antara kalian yang bisa memberi manfaat
(mengobati pemimpin kami)? Seorang laki-laki dari sahabat menjawab, betul. Demi
Allah Swt. sesungguhnya kami bisa menyuwuk
(mengobatinya) tetapi, ketika kami akan bertamu, kalian malah
menolak. Aku tidak akan mengobati, sehingga kalian memberi gaji (upah).
Bayarlah gaji tersebut dengan seekor kambing. Lalu satu kambing didatangkan.
Laki-laki tersebut membaca surat al-Fatihah, kemudian meniupkan ludahnya
sehingga pimpinan itu sembuh, (saking cepatnya) seperti orang yang
terlepas dari tali serban. Abi Said berkata,” mereka menepati janji dengan
memberi gaji (upah).” Lalu para sahabat berkata, “Bagilah (upah
tersebut).” Lelaki tukang suwuk berkata, “Jangan lakukan hal itu
sehingga kita datang kepada Rasul.” Lalu Rasul bersabda, “Dari mana
kalian tahu bahwa ummul kitab bisa dipergunakan untuk menyuwuk?
Bagus….kalian, bagilah! Dan aku minta bagian”. (Sunan Abi Dawud, juz II, hal. 232-233)
Dari beberapa penjelasan di atas, dapat
dipahami bahwa mengobati berbagai penyakit dengan do’a-do’a itu dibenarkan. Dan
mengambil ongkos/upah dari pengobatan itu juga diperbolehkan.
Bagi generasi yang lahir dekade tahun 1980 an, saya yakin masih
sangat familier dengan istilah suwuk/nyuwuk. Karena,
banyak diantara keluarga, saudara kita yang kalau sedang sakit sering di bawa
ke tempat sesepuh dalam hal ini kyai atau orang yang di anggap
"pintar" untuk di suwuk. Anak sakit panas, bayi yang sering rewel,
sulit melahirkan, sakit gigi dan penyakit lain nya bukan nya di bawa ke petugas
para medis, melainkan di bawa ke tukang suwuk.
Apakah sembuh? alhamdulillah ternyata sembuh!!! apakah karena tukang suwuk nya sakti mandra guna? BUKAN!!!! itu semua bisa terjadi karena antara yang nyuwuk dan yang di suwuk sama-sama meyakini bahwa Allah SWT adalah maha penyembuh. Amalan suwuk/mantra adalah media perantara, sedangkan sembuh atau tidak itu adalah mutlak (hak prerogratif ) Allah SWT.
Sekali lagi suwuk itu adalah hanya wasilah atau perantara, hati dan fikiran kita harus tetap nyambung-nyenyuwun mencurahkan isi hati memohon kepada Allah SWT. Untuk dapat menyembuhkan penyakit manusia, Allah bisa saja memakai perantara atau tanpa perantara, itu pasti!!
Husnudzon kepada Allah adalah kunci utama dalam Nyuwuk
Husnuzhan kepada Allah, itulah yang
diajarkan pada kita dalam nyuwuk. Ketika kita berdoa pada Allah kita harus yakin
bahwa doa kita akan dikabulkan dengan tetap melakukan sebab terkabulnya doa dan
menjauhi berbagai pantangan yang menghalangi terkabulnya doa. Karena ingatlah
bahwasanya doa itu begitu ampuh jika seseorang berhusnuzhan kepada Allah.
Jika
seseorang berdoa dalam keadaan yakin doanya akan terkabul, Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
اُدْعُوا
اللَّهَ وَأَنْتُمْ مُوقِنُونَ بِالإِجَابَةِ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ لاَ
يَسْتَجِيبُ دُعَاءً مِنْ قَلْبٍ غَافِلٍ لاَهٍ
“Berdoalah
kepada Allah dalam keadaan yakin akan dikabulkan, dan ketahuilah bahwa Allah
tidak mengabulkan doa dari hati yang lalai.” (HR. Tirmidzi)
Meminjam
istilah Ki Ageng Mbodo (Pengasuh Padepokan Suwuk Nusantara) Suwuk adalah dimensi
pertama adalah jeritan hati (karonto-ronto) atas segala macam
problematika kehidupan manusia. Baik itu kesehatan, rumah tangga asmara,
ekonomi dan lain-lain. Dimensi ke dua adalah untuk membangun
keintiman antara manusia kepada Tuhan nya (Allah) sehingga hubungan antara
manusia dengan Tuhan nya terjalin rapi dan sempurna. Sehingga ketika ayat
wirid, suwuk, mantra itu di amalkan kalau sudah dekat, maka apa yang kita
hajadkan, apa yang kita inginkan di kabulkan oleh Allah. Dimensi suwuk
ke tiga adalah bicara tentang keyakinan dan musalsal (berkesinambungan)
turun temurun soal keyakinan terhadap guru, guru mendapatkan ilmu suwuk dari
para guru - dari guru nya sambung sampai ke Kanjeng Nabi. Walaupun suwuk yang
di pakai adalah bahasa yang tidak populer, tidak banyak di kenal, tapi ketika
matra suwuk itu di baca, apapun yang di inginkan kadang bisa saja terjadi, di
kabulkan oleh Allah. Dimensi ke empat: adalah menggunakan khasiat
tanaman yang mengandung obat (tanaman herbal)
Sayangnya
di zaman now - era milenial ini, tidak banyak yang mengerti tentang apa itu suwuk. Kontruksi pengetahuan dan konsumsi informasi dari
internet mempengaruhi pola pikir dan budaya pemuda zaman now. Perilaku budaya
mereka kini dibangun dari pengetahuan modern yang mengikis tradisi sakral
itu. Suwuk bukan syirik apalagi haram. Suwuk merupakan
tradisi pengobatan dengan pendekatan islami dan ilmiah.
SUWUK DI ERA MILENIAL
Karena suwuk itu tidak ada di Kamus Besar Bahasa
Indonesia. Padahal, suwuk dalam tradisi Islam khusus nya di
Nusantara sudah menjadi bentuk iman kepada Allah melalui simbol-simbol, bacaan,
atau ritual tertentu.
Pengobatan dengan suwuk dianggap
alternatif, jadul bahkan primitif. Sedangkan pengobatan para medis dianggap
ilmiah dan bergengsi. Padahal, percaya pada dokter sebagai penyembuh, sama saja
syirik. Mau dokter atau kiai, dukun, tabib, orang pinter, ia hanyalah sarana
(washilah) jalan mencapai kesehatan. Yang Maha Penyembuh hanya Allah. Kiai,
dukun, dokter hanya perantara.
Di zaman now ini pengobatan dengan metode suwuk lebih
di kenal dengan istilah ruqyah. Maka, praktisi Ruqyah Aswaja (SUWUK E
WONG NU) mensinergikan dengan beberapa ilmu modern, seperti: hizib,
aurot, rajah, Obat Herbal, Gurah, Bekam, Hipnoterapy, Totok, dan metode yang
lain.
“Semua bentuk suwuk, jimat, rajah, asma’, atau lainnya
di atas hanya bagian dari wasilah (jalan) atau perantara saja kepada Allah.
Sebab, Yang Maha Melindungi dan Maha Penyembuh hanya Allah. Suwuk hanya salah
satu jalan mendapat kesehatan, keamanan, dan kebahagiaan dari Allah. Apakah ini
syirik?”
Suwuk sebagai tradisi pengobatan dalam
ajaran Islam harus dijaga, di ajarkan dan di lestarikan eksistensinya, sebagai
bentuk penghambaan pada Allah.
Al-Qur’an adalah obat, sedangkan teknisnya,
bergantung hasil ijtihad, kreativitas, atau tradisi masyarakat. Nabi Muhammad
SAW juga menggerakkan tradisi suwuk sejak dulu. Tradisi orang Arab, sejak dulu
memanfaatkan tumbuhan untuk pengobatan. Contohnya, pengobatan yang memanfaatkan
buah Zaitun, Kurma, Anggur, dan lainnya yang sudah dijelaskan dalam Al-Qur’an.
Ruqyah Massal Kediri - Melestarikan Tradisi Pengobatan Suwuk Nusantara |
Pengobatan ‘ala Kanjeng Nabi Muhammad (Tibun Nabawi),secara umum
dibagi menjadi empat macam:
Pertama, spiritual
ilahiyah, doa, zikir atau dikenal dengan istilah ruqyah syar’iyah. baca juga: Ruqyah Syar'iyyah Di Kota Kediri
Kedua, materi natural
berupa obat alamiah bukan obat kimia sintetis, berupa resep-resep nabawy,
seperti madu, zam-zam, zaitun, habbatussauda’, talbinah, kurma, jahe, bawang
putih, timun, dan lainnya.
Ketiga, pengobatan
bersifat terapi, seperti hijamah, pemijatan, dan usapan.
Keempat, sinergitas
(penggabungan dengan beberapa metode). Contohnya, pengobatan dengan bimbingan
wahyu, seperti Thibbun Nabawi yang masih lestari di Arab sampai sekarang.
Sedangkan orang Jawa yang beragama Islam, memiliki cara sendiri yang secara
substansial tak menyempal dari Al-Qur’an dan ajaran Rasulullah. Orang Islam di
Nusantara justru mengembangkan suwuk sesuai pendekatan islami dan ilmiah dalam
Al-Qur’an. Al-Qur’an mendeskripsikan ada penyakit rohani dan jasmani. Maka
suwuk sudah sesuai Al-Qur’an karena mampu mengobati dua jenis penyakit itu. Di
sini, suwuk bisa menempatkan manusia sebagai makhluk yang utuh karena harus
sehat jasmani dan rohani.
Suwuk wajib dilestarikan dan digerakkan
dengan beberapa formula. Pertama, pemahaman objektif terhadap suwuk. Kedua,
pelurusan paradigma, bahwa suwuk sangat islami, sesuai Al-Qur’an, dan sunnah
nabi.
Ketiga, suwuk harus dipahami sebagai
metode mendekatkan diri pada Allah, wahana penelitian ilmiah dan cinta alam.
Sebab, semua ciptaan Allah bermanfaat bagi makhluk. Keempat, perlu kampanye
suwuk sangat islami, ilmiah, dan tak kalah dengan pengobatan modern.
Kita harus ingat, banyak ilmuwan muslim
yang mendasarkan Al-Qur’an sebagai pengobatan dan kemajuan kedokteran masa
lalu. Seperti Ar-Razi, kimiawan yang mengobati pasien lewat makanan, lalu Ibnu
An-Nafis penemu sirkulasi paru-paru pada abad 13. Kemudian, Al-Balkhi perintis
pengobatan penyakit jiwa, At-Tabrani pakar terapi, konseling dan psikoterapi,
Az-Zuhr pakar kedokteran saraf, serta Thabib Qurra pemikir bidang kesehatan.
Pesan-pesan sakral Nabi Muhammad di atas,
melegitimasi suwuk sangat ilmiah dan rasional. Selama berpedoman pada Al-Qur’an
dan tak syirik, maka bisa diterapkan dan digerakkan. Suwuk menjadi bagian dari
pemanfaatkan teknologi Al-Qur’an untuk pengobatan, deteksi penyakit, bahkan
pelindung dari bahaya.
Syaratnya, tidak syirik, menjadikan Al-Qur’an
sebagai ruh, dan berpusat pada Allah sebagai Maha Segalanya. Jika ada orang
membidahkan, mengafirkan, dan mengharamkan suwuk, tampaknya mereka harus
disuwuk secepatnya!
Bakti Sosial Ruqyah Massal Syar'iyyah Di Kediri: Melestarikan Eksistensi Metode Pengobatan SUWUK di Era Milenial
Bakti Sosial Ruqyah Massal Syar'iyyah Di Kediri: Melestarikan Eksistensi Metode Pengobatan SUWUK di Era Milenial
Tidak ada komentar:
Posting Komentar